TIPS DAN INFORMASI KESEHATAN
TIPS DAN INFORMASI KESEHATAN MAMA PINTAR

CIRI- CIRI ANAK CERDAS

· · 0 comments

aghifarisblogspot.com

CIRI-CIRI ANAK CERDAS!!!

Kini orang tua semakin peduli dengan karakter anak, sejak mulai dipopulerkannya konsep kecerdasan emosi,
 Kita sebagai orang tua harus sadar dan yakin bahwa keberhasilan anak  bukan hanya cukup dengan ketrampilan teknis dan pengetahuan ilmiah, namun juga dengan kemampuan pengendalian diri dan hidup bermasyarakat.

Secara garis besar ada dua hal utama dalam kecerdasan emosi, yaitu mengenali dan mengelola emosi. Langkah pertama mengajarkan kecerdasan emosi adalah mengenalkan berbagai jenis emosi kepada anak.
Bagaimana caranya?

Tips sederhana dalam mengajarkan kecerdasan emosi adalah dengan sering menyebutkan berbagai jenis emosi kepada anak.
Misalnya anak sedang cemberut, maka sebagai orang tua kita dapat menegaskan situasi emosi tersebut kepada anak.
Misalnya dengan menanyakan, “Adik Aghif cemberut, apa sedang kesal? Adik Aghif kesal apa karena Ibu melarang nonton TV?”
Dengan demikian anak dipandu untuk terbiasa mengenali kondisi emosi dirinya dan penyebab munculnya emosi itu.

Cara lain adalah dengan menunjukkan berbagai gambar, atau mengomentari situasi baik di majalah, TV, maupun media lainnya.
Misalnya ketika melihat TV di mana ada tokoh yang sedang sedih karena dinakali oleh tokoh lainnya (hal ini sering muncul di film kartun),
Maka kita berkomentar, “Aduh, kasihan sekali si anu, pasti dia sangat sedih karena tindakan nakal temannya itu..”
Hal yang sama dapat dilakukan pula saat membaca dongeng. Orang tua perlu berkali-kali menyebutkan situasi emosi para tokoh dalam cerita tersebut.
Selain memperkenalkan berbagai jenis emosi, pada saat yang sama anak juga belajar hal-hal yang menyebabkan munculnya emosi tersebut, misalnya perasaan sedih salah satu tokoh cerita karena ditipu atau dihina tokoh yang lain.
Orang tua juga dapat pula memberikan penilaian moril atas situasi tersebut, misalnya menghina adalah suatu perbuatan buruk dan jahat, sehingga anak menjadi tahu nilai moril dari suatu perilaku.
Dalam hal ini secara langsung kita juga telah mengembangkan kecerdasan spiritual anak (kecerdasan dalam mengenali dan mengelola nilai-nilai).

 Ketika orang tua marah, sedih, bingung, kesal, gembira, dan situasi emosi lainnya, orang tua juga perlu menyampaikan alasannya.
 Misalnya, seorang anak bermain dan tidak membereskan mainannya setelah selesai,
 Kita sebagai Ibu bisa berkata, “Adik, Ibu sangat tidak senang dan kesal  melihat mainan yang berantakan, karena Ibu menjadi repot membereskannya.
 Ibu akan senang kalau Adik membantu Ibu membereskan mainan sendiri.”
 Dengan pernyataan itu sang anak akan belajar mengenali situasi emosi ibunya (kesal), sebab munculnya (mainan berantakan), dan mengapa sebab tersebut menyebabkan munculnya emosi tertentu (kesal karena repot membereskannya).
 Perlu ditunjukkan ekspresi yang sesuai dengan emosi saat melatih anak kecil (kalau kesal ya jangan tersenyum, namun tunjukkan wajah serius dan cemberut).
 Semakin dewasa nanti semakin mungkin menyampaikan emosi dengan ekspresi yang berlawanan misalnya dalam bentuk sindiran (kesal, namun tersenyum).

 Apabila anak sedari dini usia telah sering dilatih untuk peka dalam mengenali emosi, maka semakin dewasa akan semakin mudah mengenali emosi, dan akhirnya dapat menyesuaikan sikapnya dengan situasi emosi yang ada.

 Bagaimana cara mengenali jenis-jenis kecerdasan anak kita

 
Bagaimana cara mengenali jenis-jenis kecerdasan anak kita apakah mereka memiliki kecerdasan bahasa, logika, spasial, atau yang lain?
Thomas Armstrong, pakar Multiple Intelligences, menyatakan ada dua cara sederhana yang dapat kita gunakan untuk mengenali jenis-jenis kecerdasan anak-anak.
Pendapat Thomas Armstrong itu ditujukan buat para guru, tapi dapat juga kita aplikasikan di luar kelas.
Salah satu cara yang baik untuk mengenali kecerdasan yang paling berkembang dari anak-anak adalah dengan mengamati "kenakalan" mereka di kelas.
Kenakalan siswa adalah semacam "seruan pemberontakan" terhadap gaya belajar tertentu yang dipaksakan.
Karena anak-anak itu menganggap gaya belajar yang diterapkan kepadanya tidak sesuai dengan gaya belajar alamiah mereka, mereka berteriak minta tolong.
Dan cara anak-anak mengekspresikan permintaan tolong itu adalah dengan melakukan hal-hal yang dianggap orang dewasa sebagai kenakalan.
Kalau diamati, ternyata kenakalan anak-anak itu berbeda-beda ekspresinya. Anak yang memiliki kecerdasan linguistik biasanya sering membuat celetukan dan canda kata-kata.
Anak yang memiliki kecerdasan spasial akan mencoret-coret. Anak yang memiliki kecerdasan interpersonal akan mengobrol dengan teman-temannya.
Sedangkan anak yang memiliki kecerdasan kinestetis-jasmani tidak bisa duduk diam dan terus bermain kejar-kejaran bersama temannya. Indikator pengamatan lain yang sederhana dan dapat digunakan adalah mengamati cara anak-anak menggunakan waktu luang mereka. Pada saat jadwal anak tidak diatur secara eksternal oleh orang lain, anak-anak dapat tampil alamiah dan apa adanya. Mereka bebas memilih kegiatan apa saja yang disukainya. Oleh karena itu, aktivitas mereka menunjukkan bagaimana cara mereka belajar (learning style) dan jenis-jenis kecerdasan yang menonjol pada diri mereka. Tentu saja pengamatan ini sangat sederhana. Tapi yang sederhana ini dapat kita terapkan di rumah pada anak-anak di rumah. Walaupun kita bukan ahli psikologi, at least, kita dapat belajar semakin mengenal anak-anak kita. Dengan demikian, kita dapat lebih efektif saat memfasilitasi tumbuh-kembang anak-anak kita.

0 comments:

Posting Komentar