TIPS DAN INFORMASI KESEHATAN
TIPS DAN INFORMASI KESEHATAN MAMA PINTAR

· · 0 comments

 aghifarisblogspot.com

Memandang Aborsi Perspektif Islam
 Semua yang ada di dalam Alquran sebagai  sumber  utama  dalam menerapkan  hukum,  tidak  secara  detail  (terperinci) menerangkan tentang boleh tidaknya aborsi.
 Ayat yang ada menjelaskan tentang proses penciptaan manusia, perkembangan janin dalam rahim ibu, penghormatan kepada manusia, serta larangan membunuh anak.

Hal ini dapat dilihat antara lain dalam Q.S. al- Mukminun, 23: 12-14: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal dari tanah) [12] Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim) [13] Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah. Lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging. Dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang. Lalu tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maha Suci Allah, Pencipta Yang Maha Baik [14]”. Q.S. al-Isra’, 17:70 “Dan telah Kami muliakan anak cucu adam (manusia) dan Kami mudahkan mereka untuk bisa berjalan di darat dan di laut, dan Kami limpahkan rizki kepada mereka yang baik-baik dan Kami utamakan mereka dari kebanyakan makhluk-makhluk lainnya yang Kami ciptakan”. Q.S. al-An’am, 6:151 “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan, Kami  melimpahkan  rizki  kepadamu  dan  kepada mereka”.

Sedangkan  Hadis  Nabi  yang  menjadi  acuan tentang  penciptaan  dan  perkembangan  janin  dalam rahim ibu adalah hadis riwayat Muslim dari Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda:

“Sesungguhnya setiap orang di antara kalian melalui proses percampuran di dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nutfah, berikutnya selama jumlah waktu yang sama (40 hari) dibentuk menjadi ‘alaqah, kemudian  terbentuk  menjadi  mudgah selama  waktu yang  sama  (40  hari),  kemudian  malaikat  diutus  dan meniupkan  ruh  kepadanya,  lalu  memerintahkan mencatat empat kalimat: rezeki, ajal, amal, dan nasibnya menjadi orang yang sengsara atau bahagia...”. 16
Berdasarkan  Alquran  dan  Hadis  di  atas, muncullah ikhtilaf (perbedaan pendapat) di kalangan ulama  tentang  hukum  penghentian  kehamilan  atau aborsi.
Perbedaan ini terletak pada prapeniupan ruh janin, yakni pada masa kandungan sebelum 40 hari.
Pandangan ini terbagi menjadi dua pendapat:

Pertama,
tidak  dianggap  pembunuhan/pengguguran  secara sengaja yang termasuk tindak kriminal dan kedua, suatu keharaman  karena  melakukan  perusakan  kandungan dengan mengeluarkan janin yang sudah menetap dalam rahim dengan tanpa sebab.17

Keharaman  aborsi  sebelum  peniupan  ruh, menurut al-Ramly dalam Nihâyatul Muhtâj, tidak bisa disebut khilâful aulâ tapi lebih kepada kemungkinan makruh tanzîh dan makruh tahrîm. Jika semakin dekat dengan peniupan ruh, maka akan semakin kuat pula makruh tahrim-nya. Dan tidak diragukan keharaman- nya, bila aborsi dilakukan pada masa peniupan ruh dan setelahnya.18

Syaikh Jadul Haq secara lebih rinci menjelaskan pernyataan beberapa mazhab fiqh tentang aborsi.
Dalam mazhab Hanafi, menurut al-Hashkafi aborsi sebelum kandungan berumur 120 hari secara umum diperbo- lehkan, jika ada alasan yang sah.19 Di samping itu, ada sebagian dari mereka yang memakruhkan dengan alasan yang sah pula, seperti: untuk memelihara air susu ibu (ASI)  agar  tetap  mengalir  bagi  bayi  yang  disusui, kekhawatiran pada keselamatan ibu atau kesulitan medis saat melahirkan. Sementara mayoritas ulama mazhab Malikiyah melarang aborsi sekalipun kandungan belum berumur  40  hari.  Karena  menurut  mereka  proses kehidupan telah dimulai sejak pertemuan sperma (mani) dan ovum (sel telur). Proses ini harus dihormati dan dimuliakan  serta  tidak  ada  siapapun  yang  mengha- langinya. Sementara ulama Madzhab Syafi’iyah dalam hal ini berbeda pendapat.   Sedangkan Ibnu Hajar al- Haitsami  membolehkan  aborsi  sebelum  kandungan berumur 42 hari. Lebih dari itu dilarang. 20 Ibnu Hajar mendasarkan pendapatnya pada hadis riwayat Muslim dari ‘Abdullah ibn Mas’ud dan Huzaifah ibn Asid al- Gifari:  “Jika nuthfah melewati 42 malam, maka Allah mengutus  malaikat  untuk  membentuk  rupa,  pen- dengaran, penglihatan, kulit, daging dan tulangnya...”.21
Sementara  Muhammad  bin  Abu  Said  mengizinkan selama kandungan belum mencapai 80 hari, dengan alasan sama seperti ‘azl.22 Berbeda lagi dengan pendapat Sayyid Sabiq, “Sesudah nuthfah menetap di rahim dan melewati usia 120 hari, penghentian kandungan adalah haram.  Menggugurkannya  sama  dengan  membunuh jiwa manusia dan ini dikenakan sanksi di dunia dan di akhirat. Namun menggugurkannya sebelum 120 hari, maka dibolehkan sepanjang ada alasan. Dan jika tidak ada alasan apapun, maka tindakan tersebut makruh”.23

Dalam  Mazhab  Zaidiyah  (kalangan  Syi’ah)  membo- lehkan  aborsi  yang  dilakukan  sebelum  kandungan berumur 120 hari.24 Dengan  demikian,  madzhab-mazhab  hukum dalam Islam berbeda pendapat tentang masa dilaku- kannya aborsi, bahkan dalam satu madzhab pun juga terjadi perbedaan. Hal ini menunjukkan maslaah aborsi termasuk khilafiyyah.
Secara  umum,  ulama  dari  semua  mazhab menetapkan  “haram  mutlak”  tindakan  aborsi  yang dilakukan setelah janin berusia 120 hari (pasca peniupan ruh), karena pada saat itu janin sudah bernyawa. Bila menggugurkan  kandungan  di  masa  ini  berarti  jelas membunuh manusia, kecuali dalam kondisi daruriyyat, seperti menyelamatkan nyawa ibu dan kondisi darurat lainnya. Namun, ketika dihadapkan pada dua pilihan keselamatan  ibu  atau  anak  dalam  kandungan,  maka keselamatan ibulah yang harus diutamakan. Artinya, dibolehkan melakukan aborsi dalam kondisi daruriyyat maupun hajjiyyat. Hal ini sesuai dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2005.


Mengenai  pendapat  MUI  selengkapnya  dapat dilihat dalam kutipan berikut:

Pertama, Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi). Kedua, Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bbersifat darurat ataupun hajat.  Keadaan  darurat  yang  berkaitan  dengan kehamilan  yang  membolehkan  aborsi  adalah:  (1). Perempuan  hamil  menderita  sakit  fisik  berat  seperti kanker  satdium  lanjut,  TBC  dengan  caverna  dan
penyakit-penyakit  fisik  berat  lainnya  yang  harus ditetapkan  oleh  Tim  Dokter;

 Kedua dalam  keadaan  di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu. Keadaan hajat  yang  berkaitan  dengan  kehamilan  yang  dapat melakukan aborsi adalah:
 (1). Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang kalau lahir kelak sulit  disembuhkan;
 (2).  Kehamilan  akibat  perkosaan yang  ditetapkan  oleh  Tim  yang  berwenang  yang  di dalamnya terdapat antara lain; keluarg korban, dokter, dan ulama.
        Kebolehan aborsi sebagaimana di maksud di atas harus dilakukan sebelum janin berusia 40 hari.
 (3), aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.25 Dari  kutipan  pendapat  para  ulama  berbagai madzhab  di  atas  dan  juga  mencermati  Fatwa  MUI tersebut dapat disimpulkan bahwa aborsi dalam keadaan tertentu yang dapat dibenarkan oleh syara’ dibolehkan, walaupun terjadi perbedaan batas usia kehamilan.

Pandangan Hukum Positif

Jika mengacu pada peraturan aborsi di dunia,
Indonesia  termasuk  dalam  kategori  negara  yang membolehkan aborsi untuk menyelamatkan jiwa ibu. Namun,  implementasi  peraturan  ini  menimbulkan ketidakpastian.
Hal ini karena

1. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) melarang terjadinya aborsi, terutama pasal 346-349 yang menyebutkan bahwa orang-orang yang dapat dikenakan tuntutan kejahatan aborsi  adalah  perempuan  hamil  yang  meminta pelayanan  aborsi,  orang  yang  menganjurkan  untuk aborsi, dan orang yang memberikan pelayanan aborsi (dokter, bidan, mantri, dukun, atau tabib).
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang  Kesehatan  yang  saat  kelahirannya  bertujuan untuk memperbaiki pasal-pasal dalam KUHP ternyata turut menciptakan hukum yang ambivalen.
Pasal 15 ayat (1) menyebutkan bahwa dalam keadaan darurat sebagai  upaya  menyelamatkan  jiwa  ibu  hamil  atau janinnya, dapat dilakukan medis tertentu.

Pasal 15 ayat(2)  menyebutkan indikasi medis tertentu hanya dapat dilakukan oleh paramedis yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya dan harus dengan pertimbangan  tim  ahli  (medis,  agama,  hukum,  dan psikologi).
Sayangnya,  kemungkinan  melakukan  “medis tertentu  dalam  keadaan  darurat”  ini  dilarang  dalam pasal 80 ayat (1) yang menyatakan hukuman pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak15 juta jika dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil.

Tindakan medis tertentu ini memuat pernyataan bahwa aborsi dibolehkan bila bertujuan untuk menyelamatkan ibu hamil dan atau janinnya.
Padahal, aborsi tidak pernah diartikan sebagai upaya untuk menyelamatkan janin, malah sebaliknya.
Sehingga, Undang-undang Kesehatan Tahun 1992 ini mempunyai cacat hukum dan tidak jelas, karena dokter yang  melakukan  pelayanan  aborsi  rentan  di  mata hukum.
Selain itu, pasal 15 ayat (2) ini tidak taat asas dengan pasal 15 ayat (1) karena mustahil dalam keadaan darurat, pasien ibu hamil harus meminta pertimbangan tim  ahli  lebih  dahulu  sebelum  mendapat  pelayanan aborsi.

Sekalipun  Indonesia,  dalam  Undang-undang masuk dalam kategori negara yang membolehkan aborsi dalam keadaan darurat, namun jika melihat kenyataan di  lapangan  dapat  disimpulkan  bahwa  seolah  aborsi merupakan tindakan yang sama sekali dilarang di In- donesia, apapun alasannya.
Karenanya, perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap Undang-Undang Kesehatan RI  tahun  1992  dengan  tetap  menghormati  prinsip- prinsip kemanusiaan dan kemaslahatan.

aghifarisblogspot.com

0 comments:

Posting Komentar