TIPS DAN INFORMASI KESEHATAN
TIPS DAN INFORMASI KESEHATAN MAMA PINTAR

HAK -HAK ANAK DALAM BERBAGAI TINJAUAN

· · 0 comments

Hak Anak dalam Islam :

Bicara tentang hak anak dalam Islam, pertama sekali secara umum dibicarakan
dalam apa yang disebut sebagai *dharuriyatu khamsin* (hak asasi dalam
Islam). Hak itu adalah lima hal yang perlu dipelihara sebagai hak setiap
orang:

 1. Pemeliharaan atas hak beragama *(hifdzud dien)*
 2. Pemeliharaan atas Jiwa *(hifdzun nafs)*;*
 3. Pemeliharaan atas Akal* (hifdzul aql)*
 4. Pemeliharaan atas Harta *(hifdzul mal)*
 5. pemeliharaan atas Keturunan/nasab *(hifdzun nasl)* dan Kehormatan *(hifdzul 'ird).*

Jika merinci hak-hak anak yang diperolehnya dari orangtua atau otoritas lain
yang menggantikan orangtua, maka kita akan dapati bahwa hak-hak tersebut
merupakan penjabaran dari *Dharuriyatu Khamsin* tadi. Misalnya hak anak
untuk mendapatkan nama dan keturunan nasab maka itu ada dalam pemeliharaan
atas nasab dan kehormatan, hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak,
dapat dimasukkan ke dalam pemeliharaan atas agama (mendapatkan pendidikan
akhlaqul karimah) dan pemeliharaan atas akal, dan seterusnya.

Bahkan Islam telah merinci sedemikian rupa hingga ke masalah perkembangan
yang optimal bagi jiwa anak. Misalnya ketika membicarakan masalah
*hadhanah*(menyangkut anak di bawah usia 3 tahun) dan
*radha'ah* (penyapihan menyusui).
 Dalam masalah *hadhanah* anak diutamakan
untuk berada dalam perawatan ibunya, jika ibu tidak ada atau berhalangan
tetap, kedudukannya digantikan orang-orang yang terdekat kepada ibunya,
yaitu saudara-saudara perempuan dari ibunya, begitu seterusnya. Juga
disebutkan agar anak disusui sampai usia 30 bulan (sedikit lebih dari 2
tahun).

Belakangan Ilmu Psikologi bisa menjelaskan bahwa usia di bawah 3 tahun
adalah masa pembentukan kepribadian yang amat menentukan yang jika terganggu
akan menyebabkan anak berpotensi menjadi anak bermasalah di masa depan.
Dalam hal ini Islam telah memastikan dengan aturannya sejak 15 abad yang
lalu bahwa seorang anak harus diasuh ibunya dan tidak diganggu pengasuhannya
sampai waktu yang cukup.



Komitmen perlindungan terhadap  anak-anak dan perempuan dalam ajaran Islam, tertera di berbagai literatur, kodifikasi hukum dan kitab suci Al-Qur’an.  Setiap anak Adam dipandang suci dan mulia dalam Islam. Banyak ayat yang menyatakan demikian. Diantaranya  surat Al-Isra’ ayat 70. setiap anak yang lahir dijamin kesuciannya, ia berhak mendapat pengasuhan dan pendidikan dari orang tua atau walinya. Setiap anak memiliki hak fisik dan moral.
Hak fisik itu antara lain hak kepemilikan, warisan, disumbang, dan disokong. Hak moral antara lain: diberikan nama yang baik, mengetahui siapa orangtuanya, mengetahui asal leluhurnya dan mendapat bimbingan dalam bidang agama dan moral.
Diantara hak anak dalam hal pengasuhan yang diatur dalam ajaran Islam (Q;S : Al-Baqarah, ayat 233) adalah mendapatkan air susu Ibu (ASI) sejak lahir –idealnya- hingga usia dua tahun penuh. Dua tahun penuh sebagai durasi ideal seorang bayi mendapat ASI, tanpa harus membebani Ibunya secara berlebihan, apalagi hingga membuat sang Ibu sengsara.karenanya Islam juga memberi solusi bagi ibu yang kurang sehat boleh menitipkan penyusuan kepada perempuan lain, atas kesepakatan bersama suami. Penyusuan boleh dihentikan sebelum dua tahun, tapi terlebih dahulu kedua orang tua harus bermusyawarah untuk melihat baik buruknya pengehentian penyusuan tersebut. Hal ini ditegaskan dalam Al-Quran:

“Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan musyawarah, maka tidak ada dosa bagi keduanya.”(Q.S.Al-An’am ; 151).
Ayah bayi harus membantu agar air susu ibu terus tersedia cukup dengan cara menyediakan makanan yang cukup bagi ibu dan suasana yang tentram dan damai. Hal ini menjadi suatu pertanda bahwa sebenarnya Islam menggangap menyusui anak sebagai satu kewajiban utama bagi ibu sehingga ia tidak bisa dibebani pekerjaan yang bisa menggangu proses penyusuan itu.
Konsep semacam ini Islam mengatur dan menjamin hak kesehatan dan hak pengasuhan serta pendidikan anak. sebab seperti diketahui, ASI ternyata berperan besar dalam membentuk ketahanan tubuh seorang bayi dari penyakit, juga berperan dalam pembentukan karakter dan kecerdaasan seorang bayi.
Pemerintah juga bertangggugjawab dalam kelangsungan hidup dan tanggung jawab setipa warganya.


Maka kelangsungan hidup dan kenyamanan setiap anak dalam menikmti ASI juga seharusnya dijamin oleh pemerintah.
Hak pengasuhan yang harus diperoleh setiap anak juga mencakup hak mendapatkan nama, Aqiqah dan pengenaalan terhadap lingkungan dan penanaman ideologi serta pendidikan.
Rasulullah s.a.w. bersabda; “Tiap bayi dilahirkan dalam kadaan suci ( fithrah Islamy ) .

Ayah dan Ibunyalah kelak yang menjadikannya Yahudi, Nashrany, atau Majusyi." HR Bukhary.;1100;243/15. dalam hadist lain juga diungkap “Barang siapa mempunyai dua anak perempuan dan dia asuh dengan baik maka mereka akan menyebabkannya masuk sorga. ( HR Al Bukhary )/ 1100; 244/20.
Belakangan ini, berbagai teori pendidikan dan metodanya semakin berkembang.

Ukuran kecerdasan seseorang juga kian beragam. Orang tua modern saat ini tidak lagi melihat kecerdasan anak secara konvensional, tidak dari sisi prestasi akademis belaka. Pendidikan anak menggunakan beragam metode yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan psikologinya. Di lingkungan keluarga, pendidikan anak diarahkan dalam rangka penanaman  keagamaan, sebagai contoh pendidikan tentang shalat sebagaimana yang anjurkan oleh Rasululah dalam sabdanya:

”Perintahlah anak-anakmu untuk melaksanakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun. Pukullah mereka jika sampai berusia sepuluh tahun mereka tetap enggan mengerjakan shalat”. (HR. Abu Daud dan al-Hakim).
Dalam hadits ini Rasulullah menggunakan ungkapan murruu (perintahkanlah) untuk usia anak di bawah 10 tahun dan idhribuu (pukullah) untuk usia 10 tahun.

Dengan demikian, sebelum seorang anak menginjak usia 10 tahun, tidak diperkenankan menggunakan kekerasan dalam masalah shalat, apalagi dalam masalah selain shalat. Masa depan dan pendidikan anak menjadi kewajiban utanma orang tuanya.
“Tidak ada pemberian seorang ayah yang lebih baik, selain dari budi pekerti yang luhur”.(HR. Tirmidzi).

Islam juga meminta komitmen pemerintah dan masyarakat dalam meperhatikan hak anak yatim. Seorang anak yatim, anak yang terbuang, terlantar, korban perang dan semacamnya memiliki hak yang sama seperti anak-anak yang lain.mengabaikan pendidikan anak merupakan dosa sosial yang berdampak sangat buruk bagi masa depan sebuah komunitas, termasuk agama dan negara itu sendiri. Allah SWT  bahkan mengingatkan umatnya untuk tidak berbohong atas nama agama, dan tidak mengekploitasi anak yatim;terlantar; dan sejenisnya, dan melarang terrampasnya hak mereka.
Eksploitasi anak dapat terjadi dalam suatu pekerjaan atau dengan alasan pembelajaran. semua hal tersebut dapat berakibat langsung pada fisik, mental psikologi mereka. Islam jelas melarang hal ini.

Sebuah hadist yang masyhur tentang pendidikan Anak mengurai kewajiban orang tua untuk mendidik anaknya tanpa harus memaksakan kehendak diri orang tua. Tanpa harus mengeksploitasi anak.

“Didiklah Anak-anakmu, karena mereka diciptakan untuk menghadapi jaman yang berbeda dengan jamanmu.
,” Pesan Nabi itu menegaskan karakter pendidikan haruslah futuristik dan membebaskan setiap anak untuk berkreasi sesuai minat dan bakat untuk eranya, tanpa harus keindahan dn kenyamanan mereka untuk menikmati masa kanak-kanak dengan indah
Anak adalah kelompok masyarakat yang sangat rentan untuk menjadi korban suatu tindak pidana.
Kerentanan itu diakibatkan oleh berbagai keterbatasan dan kekurangan yang dimiliki oleh anak-anak. Lemahnya fisik, keterbatasan pemikiran dan pengetahuan, rendahnya posisi tawar dalam ruang interaksi sosial, keluarga yang tidak utuh, dan lemahnya ekonomi keluarga membuat anak-anak menjadi pihak yang sangat mudah dan rentan dihampiri oleh tindak pidana, atau dengan kata lain menjadi korban tindak pidana.

Padahal, dalam hal hubungan dengan anak, Rasulullah mengajarkan orang tua melakukan pendekatan dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. Tuntunan Rasulullah ini kerap kali terabaikan, lalu muncullah apa yang disebut kekerasan terhadap anak.

Begitu banyak kasus kekerasan terhadap anak muncul dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Optimalisasi Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga  dan Undang-Undang Perlindungan Anak perlu didukung dan ditingkatkan, agar masa depan anak-anak indonesia terjamin, yang dengan sendirinya dapat menjamin masa depan bangsa ini.

Tak heran jika nabi mengungkap “Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan,” dan untuk membentuk mental tangguh seorang pemuda, harus dididik oleh seorang ibu yang tangguh dan kompeten, tak heran jika Nabi juga bersabda “Ibu adalah tiang negara” sebab dari Ibu yang mampu mendidiklah, lahir para pemimpin muda yang tangguh.

Islam mempertimbangkan bahwa masalah hak anak sangatlah penting, dikarenakan anak merupakan dasar dari lingkungan yang sehat. Islam mendorong pria dan wanita untuk menikah dan memilih pasangan hidupnya yang terbaik menurut mereka karena memiliki pasangan yang tepat merupakan dasar bagi terbentuknya rumah tangga yang baik dan yang nantinya dapat menjadi tempat untuk mendidik anak.

1. Syariat Islam memerintahkan sudah menjadi kewajiban (orangtua dan masyarakat) untuk melindungi janin dari segala sesuatu yang dapat membahayakan sang ibu seperti bahaya dari racun dan obat-obatan.

2. Anak memiliki hak untuk selamat sejak dia dalam masa kehamilan; hak ini dalam arti ia tidak boleh dilanggar dengan aborsi atau melakukan sesuatu yang dapat mengakibatkan cacat secara fisik pada sang anak.

3. Setiap anak memiliki hak fisik dan moral. Hak fisik itu antara lain hak kepemilikan, warisan, disumbang, dan disokong. Hak moral antara lain : diberikan nama yang baik, mengetahui siapa orangtuanya, mengetahui asal leluhurnya dan mendapat bimbingan dalam bidang agama dan moral.

4. Seorang anak yatim, anak yang terbuang, terlantar, korban perang dan semacamnya memiliki hak yang sama seperti anak-anak yang lain; pemerintah dan masyarakat seharusnya bisa melihat dengan jelas hak-hak mereka.

5. Anak memiliki hak untuk disusui selama 2 tahun.

6. Seorang anak memiliki hak untuk berada dalam lingkungan yang bersih dan layak dan jika dalam suatu kasus dimana orang tua sang anak berpisah maka sang anak harus tetap dalam asuhan salah satu dari kedua orang tuanya. Jika hal ini tidak memungkinkan maka  sang anak harus dalam pengasuhan keluarganya yang terdekat seperti yang tertera jelas dalam syariat Islam.

7. Kesejahteraan dan hidup sang anak harus dalam pengawasan keluarganya sampai dia mencapai usia yang cukup dan dianggap dapat bertanggung jawab.

8. Hak untuk mendapat pendidikan moral yang baik, menerima pendidikan dan pelatihan yang baik, mempelajari keahlian-keahlian yang dapat membawanya untuk nantinya mampu  menunjang hidupnya serta mampu untuk mandiri adalah beberapa hak anak yang cukup penting. Anak-anak yang berbakat mesti diberikan perhatian yang khusus sehingga energinya dapat berkembang dengan baik. Semuanya ini harus dilakukan dalam tatanan syariat Islam.

9. Islam mengingatkan orang tua dan masyarakat agar tidak melalaikan anak, yang berdampak anak akan merasa kesepian dan kehilangan. Islam
juga melarang eksploitasi anak dalam suatu pekerjaan yang dapat berakibat langsung pada fisik, mental psikologi mereka.



10. Islam menganggap menyalahgunakan hak berkeyakinan anak, membahayakan hidup mereka, mengeksploitasi secara sex, menyalahgunakan harta benda mereka dan mencuci otak mereka adalah merupakan kejahatan yang nyata.








*Hak Anak dalam Konvensi dan Realita*




Entah berapa jumlah anak yang tak bisa dihitung karena banyaknya sedang terpuruk dalam kehidupan yang
mengerikan. Terserak di jalan-jalan berdebu sebagai pengemis, pengamen
bahkan mencopet.

Belum terhitung mereka yang menjadi pekerja
paksa di pabrik-pabrik, sejak pabrik sepatu, pabrik tahu atau sampai jermal
penangkapan ikan di tengah laut lepas. Apa yang dialami buruh anak di sana,
tidak lebih baik daripada rekan-rekan mereka di tenda pengungsian maupun di
kolong jembatan.

Konvensi internasional mengenai hak anak sudah diratifikasi Indonesia sejak
tahun 1990. "Indah" tampaknya isi konvensi tersebut, namun bagi mereka yang
punya mata dan hati nurani, semua itu tak ada artinya tanpa diikuti
pelaksanaan di lapangan yang benar-benar menjadi solusi bagi anak yang
menderita.

Konvensi internasional tentang anak telah juga memberikan perhatian yang
khusus dalam masalah hak anak ini.
Misalnya tentang hak hidup (secara
fisik), hak identitas (termasuk agama), hak kesejahteraan sosial, hak
kesejahteraan ekonomi, hak berserikat dan berkumpul, hak menyatakan
pendapat, hak mendapatkan informasi, juga hak mendapatkan perawatan
kesehatan.

Selain itu konvensi tersebut juga menyebutkan hak perlindungan atas
eksploitasi ekonomi maupun seksual, hak perlindungan dari penyalahgunaan
obat, hak perlindungan dari kekerasaan, baik yang terjadi pada masa perang
dan kerusuhan maupun tidak.
Selain itu juga dirinci hak-hak anak yang




Hukum ditunda demi hak-hak Anak Konvensi Hak Anak

1. Hak untuk kelangsungan hidup dan berkembang.
2. Hak untuk mendapatkan nama.
3. Hak Untuk mendapat kewarganegaraan.
4. Hak untuk mendapatkan identitas.
5. Hak untuk mendapat standar hidup yang layak.
6. Hak untuk mendapatkan standar kesehatan yang paling tinggi.
7. Hak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam konflik bersenjata
8. Hak untuk mendapatkan perlindungan khusus jika mengalami konflik hukum.
9. Hak untuk mendapatkan perlindungan khusus jika mengalami eksploitasi sebagai pekerja anak.
10.Hak untuk mendapatkan perlindungan khusus jika mengalami eksploitasi dalam penyalahgunaan obat-obatan.
11.Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum jika mengalami eksploitasi seksual dan penyalah guanaan sexual.
12.Hak untuk mendapatkan perlindungan khusus dari penculikan penjualan dan perdagangan anak-anak.
13.Hak untuk mendapatkan perlindungan khususjika mengalami eksploitasi sebagai anggota masyarakat minoritas atau masyarakat adat
14.Hak untuk hidup dengan orang tuanya.
15.Hak untuk tetap behubungan denganorang tua bila dipisahkan dengan salah satu orang tua.
16.Hak untuk mendapatkan pelatihan ketrampilan.
17.Hak untuk berekreasi.
18.Hak untuk bermain.
19.Hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan seni dan budaya.
20.Hak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam situasi yang genting.
21.Hak untuk mendapatkan perlindungan khusus sebagai pengungsi.
22.Hak untuk bebas beragama.
23.Hak untuk bebas berserikat.
24.Hak untuk bebas berkumpul secara damai.
25.Hak untuk mendapatkan informasi dari berbagai sumber.
26.Hak untuk mendapatkan perlindungan pribadi.
27.Hak untuk mendapatkan perlindungan dari siksaan.
28.Hak untuk mendapatkan perlindungan dari perlakuan kejam hukuman dan perlakuan tidak manusiawi.
29.Hak untuk mendapatkan perlindungan dari penangkapan yang sewenang-wenang.
30.Hak untuk mendapatkan perlindungan dari kebebasan.
31.Hak untuk mendapatkan pendidikan dasar secara cuma-cuma.
 

Dapat kita ambil pelajaran dari kisah di jaman Rosullulloh
Diriwayatkan mengenai seorang wanita yang telah mengaku berzina di masa
Rasul Saw dan meninta dihukum rajam, saat itu diketahui ia hamil. Rasul Saw
kemudian menyuruhnya memelihara kandungan sampai melahirkan. Setelah
melahirkan wanita tersebut sekali lagi mendatangi Rasul Saw dan sekali lagi
beliau menangguhkan hukuman baginya agar ia bisa menyusui anaknya sampai 2
tahun.

Setelah anak tersebut disapih, barulah sang wanita dihukum rajam hingga
meninggal. *Subhanallah!* Demi hak anak, Nabi Saw telah menangguhkan sebuah
hukuman yang secara mutlak disebutkan dalam al-Qur'an yaitu hukuman bagi
pezina.

Hak anak yang lain adalah hak anak untuk diakui nasabnya yang sesungguhnya.

Dalam Islam adopsi yang menyebabkan seseorang anak kehilangan nasab orangtua
kandungnya, dilarang. Jika seorang anak diangkat oleh orang lain,
pengangkatan tersebut tidak boleh sampai menyebabkan anak tersebut
kehilangan nama ayah kandungnya. Dicontohkan oleh Nabi Saw yang ketika itu
mengangkat Zaid bin Haritsah.
Pada awalnya orang menyebut Zaid sebagai Zaid
bin Muhammad, namun oleh teguran Allah *SWT*, kemudian Zaid disebut sebagai
Zaid maula Muhammad.

Sebagaimana kita ketahui, kehormatan seseorang seringkali dikaitkan dengan
keturunan siapakah dia. Dan jika seorang anak dikenal sebagai anak tak
berbapak, maka hampir pasti ia akan mengalami masalah besar dalam
pertumbuhan kepribadiannya kelak karena ketidak jelasan status keturunan.

Demi menjaga hal tersebut, Islam melarang seseorang menghapus nasab/nama
keturunan dari ayah kandungnya. Selain masalah psikologis dan perkembangan
kepribadian anak, masalah nasab atau keturunan juga berkaitan dengan *
muharramat* yaitu aturan tentang wanita-wanita yang haram dinikahi (dianggap
menikah seketurunan).

Hak harta anak dari ayah yang meninggal juga diatur Islam. Aturan waris
Islam menetapkan jika seorang ayah meninggal dan anaknya masih dalam
kandungan, pembagian warisnya ditunda sampai si anak lahir dan diketahui
nasibnya: apakah hidup (berarti dapat warisan) atau mati, apakah laki-laki
atau perempuan.

Ketelitian dalam pendidikan kepribadian anak dalam Islam sedemikian rupa
hingga Nabi Saw melarang keras seseorang berbohong kepada anak. Diriwayatkan
pernah seorang ibu berkata pada anaknya di hadapan Rasul Saw, "Mari sini
nak, akan kuberi sesuatu." Kemudian Rasul Saw berkomentar, "Apakah engkau
akan memberinya sesuatu? Jika tidak, niscaya engkau akan dicatat sebagai
berdusta."

Begitulah Islam, perhatian yang sangat besar dalam kemaslahatan perkembangan
kepribadian anak. Sebab kepribadian Muslim yang kuat baik dalam keimanan,
kejiwaan maupun akhlaq adalah modal utama anak itu untuk hidup dan berhasil
dunia akhirat kelak, am Islam) tidak ada perbedaan yang mendasar. Letak
perbedaannya terdapat pada butir-butir rincian dan landasan berpikirnya. Hak
anak dalam Islam dirinci dalam contoh-contoh keseharian pada hadits-hadits
Nabi Saw sedangkan Konvensi Hak Anak merinci dalam bahasa hukum positif.

Hak anak dalam Islam berlandaskan *Manhaj Rabbaniyah *(ketuhanan Allah Swt)
dengan segala kelengkapan hukum dosa dan pahala bagi yang taat atau
melanggar. Sedangkan Konvensi hak anak berlandaskan kesepakatan manusia dan
bernafaskan humanisme (yang penting adalah kemaslahatan manusia di dunia)
dan bersandar pada hukum-hukum buatan manusia dalam mengatur kehidupannya
sendiri.

Bagi ummat Islam, menggunakan konvensi seperti ini akan sangat berguna,
terutama ketika kita berinteraksi dengan non-Muslim. Landasan dibolehkannya
Muslim menggunakan konvensi manusia ada pada pertimbangan azas manfaat dan
mudharat. Jika manfaatnya besar bagi kemaslahatan manusia yang ma'ruf,
bahkan konvensi tersebut harus kita manfaatkan karena itu berarti konvensi
tersebut pasti juga mengadopsi nilai-nilai yang ada dalam Islam.

Sebaliknya, jika konvensi buatan manusia tersebut menyuruh kepada perbuatan
munkar dan banyak menyebabkan mudharat baik bagi umat Islam maupun bagi umat
manusia secara umum, maka konvensi seperti itu harus ditentang.

Namun yang tak kalah pentingnya adalah perhatian kita, dalam masalah praktek
atau penerapan konvensi ataupun hukum apapun secara realita. Bahkan juga
penerapan dalil-dalil Islam itu sendiri. Kita sebagai muslim selalu
diingatkan tentang kedudukan niat dan pentingnya amal. Niat akan menentukan
seberapa jauh diterima atau tidaknya amal kita di hadapan Allah. Niat juga
akan menentukan nasib amal kita itu di akhirat.

Dalam menilai pelaksanaan konvensi bikinan manusia kita juga perlu kritis
dan waspada terhadap standar ganda yang sering berlaku dan dianut secara
tersembunyi oleh PBB. Soalnya banyak 'pasal-pasal karet' yang bisa berubah
bentuk dan fungsi disesuaikan dengan kemauan para pembuat konvensi dan para
pelaksana di lapangan.

Contohnya, masalah para pengungsi Bosnia, Albania, dan Palestina. Nasib anak
dan wanita Muslim dalam pengungsian sangat memprihatinkan. Bahkan anak-anak
dipisahkan secara paksa dari ibu-ibu mereka agar dapat diadopsi (lebih tepat
'dicuri') oleh non-Muslim dan akan dididik bukan sebagai Muslim, padahal
pasal-pasal tentang itu sudah tertera jelas dalam konvensi ini.

Dalih yang digunakan adalah pelaksanaan pasal-pasal tentang kesejahteraan
anak. Dimana diberikan argumentasi bahwa jika anak-anak tersebut dibiarkan
tetap tinggal bersama ibu mereka maka mereka (anak-anak tersebut) tidak
mendapatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi yang cukup. Juga dalam
penanganan anak jalanan di negeri-negeri seperti Indonesia, begitu banyak
LSM misionaris Kristen beroperasi dengan kedok kesejahteraan. Masih banyak
contoh lain di seantero nusantara dan dunia.



*Generasi Kerbau*

Keluarga besar kaum Muslimin mempunyai tugas berat dalam membangun,
memelihara dan mempertahankan hak-hak anak sebagai generasi masa depan. Jika
kita lengah, maka kita akan mengalami kenyataan pahit "generasi yang
hilang". Bukan hilang dalam arti loyo tak bergizi (sebagaimana dinyatakan
para pakar kesehatan berupa *warning* status gizi anak Indonesia); melainkan
generasi Muslim yang kehilangan identitas dan keimanan Islamnya. Generasi
yang akan menjadi kerbau dibawah kendali penguasa-penguasa non-Muslim dan
musuh Islam. Mungkin secara penampilan mereka cerdas, bersih, tegap, kuat,
tapi jiwa mereka kosong dari keimanan dan *izzah Islam*. *
Na'udzubillahimindzaalik*.

Kita sedang menanti lahirnya tokoh-tokoh yang akan menjadi andalan ummat
dalam menegakkan *Izzah Islam* dan *Izzah Muslimin*, dan merintis jalan
menegakkan nilai-nilai Islam yang tinggi. Kita menanti lahirnya tokoh-tokoh
yang dapat berbicara dengan bahasa "dunia global", baik hukum, konvensi
maupun bahasa teknologi dan Ilmu pengetahuan, sambil tetap memegang teguh
Islam secara berwibawa.

Nabi Saw menganjurkan kita berdakwah dengan bahasa yang dimengerti oleh
obyek dakwah kita. Kata Nabi, kita tak akan tertipu oleh sebuah kaum yang
kita kuasai bahasanya. Pertanyaannya: Kapan dan Siapa dan Bagaimana?
*Wallahua'lam

0 comments:

Posting Komentar